Berbahagia dalam Ketidakbahagiaan

Laksana bisa berdansa riang dan agresif di tengah alunan-alunan musik berdistorsi yang umumnya tidak enak di telinga, bukankah selayaknya bagi kita bisa menari lincah gemulai di tengah ketidakbahagiaan?

Sebab bahagia adalah suatu keniscayaan, sial nya kita juga harus siap menerima ketidakbahagiaan. Menyimak bagaimana yang digambarkan oleh Puthut EA dalam novelnya Cinta Tak Pernah Tepar Waktu yang sangat melankolis tersebut, di sana ada menjelaskan antara hal-hal yang berbau dengan kebahagiaan dan luka dalam hidup kita. Dari situ juga, sekali lagi, sial nya kita harus tundukterima bahwa energi luka lebih dahsyat daripada hal-hal berbau kebahagiaan.

Tanya dirimu, akui saja, kebahagiaan tidak berumur panjang, sesederhana kau tertawa terbahak-bahak di kedai kopi favoritmu bersama teman-teman tahikmu beserta kopi hitam dan matcha latte yang mahal tapi tidak enak itu kemudian pulang dan merasakan kesendirian lagi. Mana tertawa tadi?


Sekali lagi, meskipun sial dan brengsek, kita harus menyerah pada kenyataan soal ketidakbahagiaan adalah hal yang pasti, apapun  itu faktornya--di sini aku tidak tertarik membahas faktor ketidakbahagiaan, silahkan kau renungi saja bersama kesedihanmu masing-masing yang tragis itu.

Dan lebih sial nya lagi, hari-hari ini kita tidak terbangun menjadi manusia berjiwa besar. Hari-hari ini manusia-manusia tolol marak menginvasi seluruh ruang dan penjuru. Hanya mengeluh yang mereka bisa. Hanya mengotori hamparan. Sehingga yang lain tertular.

Di mana mereka-mereka yang jiwanya terdidik dan memeluk kebijaksanaan? Tebarkanlah kiat-kiat jitu menjadi manusia yang manusia. Kami butuh! Jika ada. Atau sebenarnya di hari ini benar-benar tidak ada kiat jitu menjadi manusia? Sekali lagi, sial sekali kita di hari ini.

Seringkali kudengar bagaimana dijelaskan manusia diciptakan dengan segala bentuk kelebihan yang mana dari kelebihan itu kita bisa membangun jiwa yang bisa menguasai semua keadaan, termasuk ketidakbahagiaan.

Aku ingin itu. Sangat ingin itu. Berjiwa besar, mewadahi segala apa yang terjadi. Tapi bagaimana? Sekali lagi, bagaimana? Apakah aku bisa mendapat jawaban dari pertanyaan "bagaimana" tersebut? Dengan apa-apa yang ada di hari ini, sepertinya aku tidak yakin.

Banyak mayat-mayat busuk berserakan di sudut kota. Mereka terbunuh, dibunuh, bunuh diri, menyerah pada apa yang tidak mereka kehendaki. Apakah aku ada di sana?

(Ngambil gambar di Pinterest) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Hidup?

Ketika Kau Berjuang dan Merasa Lelah Sendiri..