Menanggapi Pandangan Sinis terhadap Agama
Seperti
yang pernah tertuang dalam tulisan sebelumnya bahwa dalam pembahasan apapun
yang mengenai agama kita perlu memahami pembahasan tersebut membahas agamanya atau
penganut agamanya. Itu adalah dua hal yang memiliki perbedaan mendasar.
Berbicara
agama erat kaitannya dengan Tuhan. Dan nantinya kita akan mendapati pandangan
manusia atau para penganut agama dalam memandang agamanya dan Tuhan. Mulai dari
yang memandangnya biasa-biasa saja hingga yang terlampau berlebihan. Perbedaan
memandang tersebut didasari banyak faktor, secara garis besarnya telah saya
paparkan di tulisan sebelumnya.
Dari
cara pandang terhadap agama dan Tuhan yang terlampau berlebihan banyak
melahirkan pandangan sinis. Seperti misalnya yang sangat masyhur, gagasan dari seorang filsuf ternama yang mengatakan “Agama adalah candu.”. Pandangan sinis lainnya yang masyhur juga
terkait berlebihannya dalam beragama dan berTuhan adalah gagasan “Tuhan telah mati dan kita lah yang
membunuhnya.” dari seorang filsuf ternama.
Gagasan-gagasan
tersebut sudah banyak yang mengulas dan mengkaji mengenai maksudnya,
konteksnya, dan melahirkan banyak sudut pandang. Kita bisa melihat di berbagai
sumber.
Saya
pribadi yang miskin pengetahuan ini saat kali pertama mendengar gagasan-gagasan
tersebut memandang bahwa dua gagasan tersebut mempresentasikan rasa sebal para
filsuf akan umat beragama. Sepengetahuan saya filsuf erat kaitannya dengan
gagasan-gagasan mereka untuk kemajuan cara berpikir dan peradaban manusia,
namun sering berbenturan dengan umat beragama yang apa-apa harus perhatikan ajaran agama dulu, apa-apa harus nunggu Tuhan dulu, dan sebagainya.
Dengan
pandangan tersebut saya dibuat semakin yakin dengan saya pernah mendapatkan di
pembahasan lain bahwa adanya usaha-usaha pemisahan agama dengan ruang
masyarakat yang secara garis besar dasarnya adalah bahwa agama dipandang
sebagai penghambat kemajuan cara berpikir dan peradaban manusia.
Saya
pikir ini penting disikapi dengan bijak oleh para penganut agama. Jangan justru
api dibalas dengan api (karena jujur, yang sering saya dapati adalah demikian).
Terlebih dalam konteks zaman sekarang ini. Bahwa para penganut agama harus bisa
membuktikan bahwa agama dan Tuhan bukanlah penghambat sebuah kemajuan. Selama
gagasan-gagasan yang mengarah pada kemajuan tidak menyinggung apa yang dilarang
dalam agama, maka jelas tidak perlu menghambat. Dan jika ada yang tidak sesuai
dengan ajaran agama, maka perlu disampaikan dalam komunikasi dan aspirasi yang
rasional.
(Sumber Gambar: Google Image)
Komentar
Posting Komentar